Home » » Perjanjian Roem-Royen

Perjanjian Roem-Royen


1. Latar belakang
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, Belanda tetap saja tidak mau mengakui kelahiran negara indonesia. Dan Belanda pun membuat negara boneka yang bertujuan mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Negara boneka tersebut dipimpin oleh Van Mook. Dan Belanda mengadakan konferensi pembentukan Badan Permusyawaratan Federal(BFO) 27 Mei 1948.

Dan pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda mengadakan Agresi Militer Belanda dengan menyerang kota Yogyakarta dan menawan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat lainnya. Namun sebelum itu Presiden mengirimkan radiogram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang mengadakan perjalanan di Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Dengan begitu Indonesia menunjukkan kegigihan mempertahankan wilayahnya dari segala agresi Belanda. Akhirnya konflik bersenjata harus segera diakhiri dengan jalan diplomasi. Dan atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia, maka pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, Anggota Komisi Amerika.

2. Hasil Perundingan
Perjanjian Roem Royen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949, kemudian dibacakan kesanggupan kedua belah pihak untuk melaksanakan resolusi dewan keamanan PBB tertanggal 28 januari 1949 dan persetujuannya tanggal 23 Maret 1949. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan J. H. van Roijen.
Pernyataan Republik Indonesia yang dibacakan oleh Mr. Roem :
  1. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas Gerilya, 
  2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar, 
  3. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, dan 
  4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang.
Pernyataan delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen :
  1. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta, 
  2. Pemerintah Belanda membebaskan secara tak bersyarat pemimpin-pemimpin republic Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948, dan 
  3. Pemerintah Belanda setuju bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Pada tanggal 22 Juni 1949 diselenggarakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia, BFO dan Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang dipimpin oleh Chritchley, diadakan dan menghasilkan keputusan:

1. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948,
2. Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak, dan
3. Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia.

3. Dampak
Dengan tercapainya kesepakatan dalam perundingan, Pemerintah Darurat Republik Indonesia memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan Yogyakarta oleh pihak Belanda. Pada tanggal 1 juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakarta disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya.
Pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang kabinet Republik Indonesia yang pertama, dan Mr. Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden Moh. Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX diangkat menjadi Menteri Pertahanan merangkap ketua koordinator keamanan. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di kota Den Haag Belanda.
Share this article :

No comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Deviated Computer - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger