Konferensi
Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik
Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang
tergabung dalam BFO. Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda
akan mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap
negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan
agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia. Karena simpati dari
negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat
dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi
Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi
Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949.
BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan lembaga
permusyawaratan dari negara-negara federal yang memisahkan dari RI. Perdana
Menteri negara Pasundan, Mr. Adil Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara
Indonesia Timur, Gede Agung, memainkan peran penting dalam pembentukan BFO.
BFO yang dibentuk di Bandung tentu saja tak bisa dilepaskan dari strategi van
Mook mendirikan negara boneka di wilayah Indonesia yang dimulai sejak 1946.
Beberapa negara federal yang tergabung dalam BFO masih menyisakan jejak-jejak
van Mook.
Tetapi tidak berarti BFO sepenuhnya dikendalikan oleh van Mook atau Belanda.
Bahkan dalam beberapa hal, BFO dan van Mook berseberangan sudut pandang. BFO
yang lahir di Bandung bergerak dalam kerangka negara Indonesia yang merdeka,
berdaulat dan berbentuk negara federal. BFO ingin agar badan federasi inilah
yang kelak juga menaungi RI di bawah payung Republik Indonesia Serikat.
Ini berbeda titik pijak dengan van Mook yang jusrtu berharap BFO bisa menjadi
pintu masuk untuk meniadakan pemerintah Indonesia, persisnya Republik
Indonesia. Kegagalan mengendalikan sepenuhnya BFO inilah yang menjadi salah
satu penyebab mundurnya van Mook sebagai orang yang ditunjuk oleh pemerintah
Belanda guna mengusahakan kembalinya tatanan kolonial. Alasan itu menjadi
penyebab Wakil Tinggi Pemerintah Belanda di Jakarta, Beel, juga mengundurkan
diri dari jabatannya.
BFO ikut pula memainkan peran penting dalam membebaskan para petinggi RI yang
ditangkap Belanda pada Agresi Militer II. Para pemimpin BFO mengambil sikap
yang tak diduga oleh Belanda tersebut menyusul Agresi Militer II yang diangap
melecehkan kedaulatan sebuah bangsa di tanah airnya. Agresi Militer II tak cuma
melahirkan simpati dunia internasional, melainkan juga simpati negara-negara
federal yang sebelumnya memisahkan dari RI.
Selain membahas aspek-aspek mendasar hingga teknis perencanaan membangun dan
membentuk RIS, Konferensi Intern-Indonesia juga digunakan sebagai konsolidasi
internal menjelang digelarnya Konferensi Meja Bundar yang dimulai pada 23
Agustus 1949.
Bagi pemerintah RI sendiri, kesediaan menggelar Konferensi Inter-Indonesia
bukan semata karena ketiadaan pilihan lain yang lebih baik, melainkan juga
karena pemerintah RI menganggap BFO tidak lagi sama persis dengan BFO yang
direncanakan van Mook. Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru”
bagi arah perjuangan Indonesia.
Konferensi yang berlangsung hingga 22 Juli itu banyak didominasi perbincangan
mengenai konsep dan teknis pembentukan RIS, terutama mengenai susunan
kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:- Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat),
- RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden,
- RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda,
- Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS, dan
- Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
No comments:
Post a Comment